Hangat dan bersahabat. Itulah kesan yang muncul ketika alKisah mewawancarainya. Sosok aktor berparas tampan ini, Ali Zaenal, sudah tidak asing lagi. Pria berdarah Arab (Bin Shahab) ini sering wara-wiri di media televisi. Mulai menjadi bintang tamu dalam sebuah acara, pembawa acara itu sendiri, bintang iklan, sampai pemain sinetron dan FTV.
Kariernya dimulai ketika mengikuti ajang pemilihan Cover Boy di majalah kesayangan remaja, Aneka Yess!, tahun 1996. Ia berhasil menyabet juara favorit.
Tidak lama berselang, ditunjang dengan wajah tampan, kualitas akting yang bagus, serta kepribadian yang menarik, Ali kerap dibanjiri tawaran job. Hingga kini, ia pun masih tetap eksis di dunia entertainment.
Sebetulnya, pria kelahiran 12 November 1978 ini tidak memiliki cita-cita menjadi seorang artis. Justru sang ibu, Mas’ad Soraya, yang menuntunnya.
Awalnya, putra ayahanda yang bernama Syeh Shahab ini ingin menjadi pilot. Namun, ibunya menyarankan mencoba keberuntungan di dunia entertainment. Alhasil, kini, alumnus Universitas Borobudur, Jakarta, ini pun menikmatinya.
“Hari gini kita harus mempunyai cita-cita dan keinginan, namun tetap harus cerdas membaca kemungkinan,” tuturnya. “Bila orangtua yang berkata, di situ ada petunjuk, doa, dan ridha. Kalau ikhtiar dengan sungguh-sungguh, insya Allah akan berbuah baik.”
Ridha Allah, Ridha Orangtua
Sang ibundanya menilai, Ali memiliki potensi dan bekal agama yang baik, sehingga sang ibu tidak khawatir bila ia terjun ke dunia penuh glamour itu. “Insya Allah tidak akan terperosok kepada hal-hal negatif,” kenang Ali menirukan perkataan ibunya.
Ali besar di lingkungan keluarga agamais, sehingga ia tahu betul batasannya. Maka ia begitu selektif memilih peran. Ia akan menolak pekerjaan bila itu melanggar syari’at Islam.
Suatu kali Ali pernah diminta memainkan adegan ciuman dengan lawan jenis. Secara tegas ia menolak. Ia tidak khawatir kehilangan rizqinya saat itu. Ia yakin, Allah SWT akan memberikan yang lebih baik.
“Pernah juga ada tawaran film, tapi mundur karena suatu hal yang terbentur dengan syari’at.”
Benar sekali. Kini, siapa yang tidak mengenal Ali Zaenal?
Menurut Ali, semua pencapaiannya ini berkat peran orangtua. Baik abah maupun mama. Ia tidak akan bisa seperti ini tanpa doa orangtua, khususnya mama, selain kerja keras dan berdoa tentunya. “Ridha Allah SWT terletak pada ridha orangtua,” kata Ali mengutip sebuah hadits Nabi.
Tidak mengherankan bila Ali selalu berusaha membahagiakan orangtua, termasuk dalam hal materi. Sejak awal berkarier, honornya selalu Ali serahkan kepada mama, ia hanya mengambil sebagian untuk transportasi sehari-hari.
Ali semakin merasakan keberkahan dengan begitu besarnya baktinya kepada orangtua. “Subhanallah, banyak keuntungan yang saya dapatkan, baik materiil maupun imateriil. Bagaikan air yang mengalir dengan derasnya, tidak pernah berhenti. Termasuk film terbaru yang saat ini sedang saya kerjakan, besutan Bang Aditya Gumay,” tutur Ali.
Persembahan kepada orangtuanya sungguh luar biasa. Suatu ketika ia memiliki nazar untuk memberikan rumah kepada ibundanya. Dengan profesinya yang bergelimang materi, tentu bukan hal yang sulit baginya. Alhasil, ia berhasil memberikan rumah mewah kepada ibundanya, yang kepemilikannya pun langsung atas nama sang ibu.
“Siapa yang menjaga orangtua, Allah akan menjaganya,” demikian kata-katanya bak seorang ustadz. Benar saja, tidak lama berselang, Ali mendapatkan dua buah rumah yang tidak kalah mewahnya.
Ali adalah anak laki-laki pertama. Wajarlah jika kedewasaannya begitu matang, termasuk dalam menyikapi ketentuan Allah SWT. Menurut suami Rena Oktavia ini, apa pun yang telah diberikan Allah harus disyukuri. Termasuk rizqi. Besar disyukuri, kecil juga disyukuri.
Matematika Sedekah
Salah satu bentuk syukur adalah bersedekah. Karenanya, ayah Salsabila Nurdina, Muhammad Jibril Alwi Shahab, dan Mikhail Habibie Shahab ini tak pernah menyepelekan sedekah.
Ada kisah yang membuatnya semakin yakin dengan fadilah bersedekah. Kala itu, Ali pernah memberikan baju koko miliknya yang masih bagus kepada orang lain. Tak lama berselang, ia mendapat kontrak menjadi model rumah produksi baju.
Balasan atas kebaikan yang kita lakukan, menurutnya, tidak selalu berupa materi. “Misalnya, kita tidak terkena macet, atau kita luput dari kecelakaan yang dari segi logika mestinya menimpa kita....”
Kebiasaannya berbagi telah terlatih sejak dini. Orangtuanya, khususnya mama, selalu menanamkan rasa ikhlas berbagi dengan sesama. Ia mengutip pesan sang mama, “Bersedekah tidak akan membuat kita rugi, apalagi miskin.”
Jangan menilai sedekah dengan dalil matematika sekolah. Dalil matematika sekolah akan mengatakan bahwa, untuk memperbanyak apa yang Anda miliki, Anda harus menambahnya, bukan menguranginya, termasuk menguranginya untuk diberikan kepada orang lain, yakni bersedekah. Semakin banyak memberi kepada orang lain, semakin habislah apa yang Anda miliki.
Itu jika hitungannya matematika sekolah. Namun ini tidak berlaku dalam matematika sedekah. Menurut Ali, bila kita memahami matematika sedekah, sejatinya setiap kali mengeluarkan uang untuk bersedekah, uang itu tidak akan pernah berkurang, namun malah bertambah. Karena, Allah, Sang Pemilik segalanya, akan menggantikannya, tidak sekadar dengan jumlah yang sama, bahkan jauh lebih besar dan berlipat ganda. “Ini janji Allah SWT dalam firmannya, surah Al-Baqarah ayat 2, ‘Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Kiat agar Ikhlas
Bagi sebagian orang, berbagi itu sulit. Apalagi untuk ikhlas. Namun Ali memiliki kiat agar mudah berbagi. “Memang tidak mudah untuk selalu ikhlas dalam suasana apa pun, termasuk berbagi, namun ini mesti dilatih. Yang dimaksud memberi tidaklah harus berupa uang, tapi apa pun yang dapat kita lakukan untuk membantu orang lain juga bisa dikategorikan memberi. Bila tidak mampu dengan uang, bisa dengan tenaga. Bahkan, membahagiakan orang lain dengan memberikan senyuman saja juga sedekah.
Bila ini telah terbiasa, beranjak kepada materi. Perlahan saja, jangan langsung dengan jumlah besar. Berbagilah mulai dari yang terkecil nominalnya, seribu rupiah misalnya, namun perlahan tambahkan jumlahnya.
Dengan demikian, insya Allah, kita akan terbiasa dan ikhlas mengeluarkan sebagian dari rizqi kita kepada orang lain,” tutur Ali, bijak.
Benar sekali. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bemanfaat untuk orang lain? Hidup akan bermakna apabila bermanfaat untuk sesama, maka hidup haruslah berbagi.
Bersedekahlah, mumpung kita masih mempunyai kemampuan untuk bersedekah dan masih ada orang yang mau menerima sedekah kita. Jangan sampai terlambat, yakni ketika kita menawar-nawarkan sedekah tapi tak seorang pun mau menerima sedekah kita, yaitu pada masa-masa menjelang Kiamat.
Selain bersedekah, Ali juga selalu mengamalkan membaca surah Al-Waqi’ah, agar jalan rizqinya dimudahkan.
Ketika alKisah meminta rahasianya atas semua pencapaiannya, selain banyak bersedekah dan mengamalkan membaca surah Al-Waqi’ah, dengan sumringah Ali berkata, “Sederhana saja, berbakti kepada orangtua, berusaha, berdoa, dan bersyukur kepada-Nya. Hasilnya serahkan kepada Yang Kuasa. Tunggulah keajaiban Allah ‘Azza wa Jalla.”
Ali telah membuktikannya, maka tidak ada salahnya kita meniru jejak langkahnya.
SEL
sumber: http://m.majalah-alkisah.com/ali-zaenal-tak-mau-melanggar-syari%E2%80%99#sthash.1BuJCFj6.dpuf
0 Response to "ali zainal masih dunia lain selebritis yang juga orang pintar"
Posting Komentar