"Mengenai penggusuran Kampung Pulo, terus dilanjutkan," kata Ahok.
Soal perlawanan dari masyarakat, ahok pun akan menindak tegas, seperti yang diberitakan detik.com
"Kita akan terus tindak. Kalau memang dia melakukan itu (rusuh) ya ditindak," tegas mantan Bupati Belitung Timur ini.
bagaimana sebenarnya asal usul dan sejarah kampung pulo dan bagaimana sebenarnya nasib warga kampung pulo? Apakah secara hukum mereka memang melanggar peraturan perundang-undangan?
Tak banyak yang tahu cikal bakal Kampung Pulo tersebut. Seperti yang dirilis Sindonews yang berhasil mewawancarai salah seorang tokoh Kampung Pulo yakni, Habib Soleh Bin Muksi Alaydrus guna mengetahui cikal bakal kampung yang mungkin saja namanya hanya akan menjadi kenangan.
Habib Soleh menceritakan, Kampung Pulo memiliki andil dalam sejarah dalam kemerdekaan. “Bicara mengenai sejarah Kampung Pulo, sangat panjang. Karena kampung ini sudah ada sekitar abad ke 17 atau tahun 1800-an lah. Sebelum ada Belanda di Indonesia kampung ini sudah ada lebih dulu. Di sini kampung pejuang yang tidak banyak orang tahu,” cerita Habib Soleh membuka perbincangan dengan Sindonews di kediamannya, pada Rabu 19 Agustus 2015 lalu.
Habib Soleh melanjutkan, dulunya Kampung Pulo dianggap sebagai Nusakambangan-nya Jatinegara, lantaran memang kampung ini lebih tertutup dibanding kampung lainnya. Dari pejuang, pendakwah, dan masyarakat umumnya memang tidak terlalu terekspos apalagi dimasukkan ke dalam sejarah.
“Dulu setelah pejuang kita menghabisi Belanda dengan memotong leher kompeni, kita buang mayatnya ke Rawa Bangke (sekarang Rawa Bunga). Para pejuang itu langsung mengamankan diri ke Kampung Pulo dan tidak diketahui oleh tentara Belanda lainnya,” tambah Habib .
Pada zaman kolonial, lanjut Habib, Kawasan Kampung Pulo menjadi bagian dari Meester Cornelis . Awalnya Kampu ng Pulo adalah hutan. Sebagian wilayahnya dibuka oleh lima bersaudara (Aril, Rihen, Bandan dan kedua saudaranya yang belum diketahui namanya) yang diberi wewenang oleh kolonial Belanda berupa dua surat Verponding untuk menjadi tuan tanah yang menarik pajak pada para pemukim.
Semenjak itu, Kampung Pulo berubah menjadi pusat perniagaan di Timur Batavia. Bayangkan saja, di dekatnya terdapat pasar skala regional yakni, Pasar Jatinegara dan juga Stasiun Kereta Api Jatinegara yang membuat pertumbuhan ekonomi di Batavia saat itu lebih cepat.
Mayoritas penduduknya adalah suku Betawi, namun sejak 1970-an banak warga pendatang dari kulon (Banten), Bogor, dan sekitarnya bersamaan dengan usaha pedagang bambu yang datang dari wilayah hulu yang dijual ke Pasar Senen dan Mester.
Beberapa situs sejarah yang masih ada hingga kini yaitu Makam Habib Husin bin Muksin Bin Husin Alaydrus atau biasa disebut Shohibul Makam ada sejak tahun 1830. Makam Kyai Lukmanul Hakim atau Datuk yang ada sebelum tahun 1930. (Baca: Bentrok Kampung Pulo, 10 Warga Diamankan)
Makam Kyai Kashim sejak 1953 dan Musala Al Awwabin sejak tahun 1927 yang kini telah direnovasi menjadi masjid. “Dulu warga Kampung Pulo memegang erat tradisi memakamkan anggota keluarga di lokasi rumah sendiri, jadi sering ditemukan makam yang berada dalam rumah,” tutup Habib Soleh.
Kini Kampung bersejarah itu tinggal menunggu waktu untuk dihancurkan dan diubah menjadi proyek normalisasi Sungai Ciliwung yang diklaim mampu atasi banjir yang selama ini meneror warga Ibu Kota.
Alasan penyebab penggusuran menurut Pemprov DKI
Berita dari cnnindonesia, penggusuran Kampung Pulo merupakan bagian dari rencana pemerintah menormalisasi sungai Ciliwung. Rencana normalisasi tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Tahun 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), rencana sodetan untuk pembangunan danau serta perubahan peruntukan tanah di Kampung Pulo dan Bidara Cina
Dalam keterangan pers, Senin (10/8), Direktur Ciliwung Merdeka, I.Sandyawan Sumardi menjelaskan Kampung Pulo memiliki nilai sejarah yang kuat. Kampung seluas 8,5 hektare dengan 3.809 Kepala keluarga bertempat kawasan bantaran sungai Ciliwun sekitar 1,9 kilometer.
Dalam lampiran: “Penelusuran Sejarah Kampung Pulo” menjelaskan, penduduk Kampung Pulo telah tinggal di wilayahnya sekitar tahun 1930, sebelum kemerdekaan. Diketahui, Kampung Pulo dahulu merupakan bagian dari kawasan Messter Cornelis pada masa kolonial Belanda. (Baca juga: Gubernur Ahok Sudah Siapkan Rusun untuk Warga Kampung Pulo)
Namun, program itu gagal dan mewariskan banyak warga di Kampung Pulo hanya memegang hak kepemilikan adat seperti girik, petuk pajak bumi, jual-beli di bawah tangan, dan verponding Indonesia, hingga saat ini.
Kampung Banjir
Rawan banjir, Kampung Pulo adalah wilayah rawan banjir karena berlokasi di sekitar bantaran Kali Ciliwung. Setiap hujan turun, kampung ini selalu kebanjiran. Apalagi jika musim penghujan, warga kampung dipastikan mengungsi karena ketinggian air bisa hingga 1,5 meter hingga 2 meter. Pemprov DKI berusaha untuk membenahi Kampung Pulo dengan membangun rumah susun yang layak huni dan sehat.
Bulan lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan akan kembali menghijaukan hulu Sungai Ciliwung seperti pada masa pemerintahan Belanda. Tidak seperti bagian kota yang dibangun turap beton (sheet pile), hulu Ciliwung akan dibuat lebih alami. (Baca juga: Polisi Amankan 27 Warga Kampung Pulo dari Aksi Bakar Backhoe)
"Khusus yang di hulu saya tidak ingin ada sheet pile. Ingin betul-betul alami. Kalau alami bagus tidak pakai sheet pile," kata Ahok saat ditemui di Balai Kota Jakarta.
Hal tersebut dilakukan selain untuk memperindah Jakarta, yaitu untuk menormalisasi kali Ciliwung ke fungsi utama sebagai penyangga banjir di DKI Jakarta. Pasalnya, setiap kali hujan terjadi, beberapa titik di DKI Jakrata, khususnya Kampung Pulo dipastikan terendam banjir.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Agus Priyono mengatakan untuk menangani banjir Jakarta yang kini datang menahun, dibutuhkan setidaknya dana Rp 118 triliun. Dana sebesar ini digunakan untuk menjalankan berbagai proyek besar di tiga wilayah aliran air di Jakarta, yakni barat, tengah, dan timur.
Alokasi untuk wilayah barat Rp 43 triliun, tengah Rp 34 triliun, dan timur Rp 41 triliun. "Sebanyak 40 persennya dipakai untuk pembebasan tanah karena tanah di Jakarta ini luar biasa (mahal harganya)," kata Agus, Selasa (10/2). (Baca juga: Warga Kampung Pulo Diminta Tak Paksa Pemprov Langgar Aturan)
Lebih lanjut, Senin (10/8), Direktur Ciliwung Merdeka, I.Sandyawan Sumardi menjelaskan, sehubungan dengan rencana relokasi warga Kampung Pulo karena program normalisasi sungai Ciliwung berdasarkan Perda 1 tahun 2012, Pergub 163 tahun 2012, dan KepGub Prof DKI Jakarta 2181 tahun 2014 Ada 518 rumah yang akan dibongkar karena terkena proyek normalisasi di Kampung Pulo, yaitu RW 1,2 dan 3.
Pada dasarnya mereka mendukung rencana Pemprov DKI untuk menormalisasi kawasannya. Namun, mereka mempermasalahkan Pemprov DKI yang menganggap Kampung Pulo sebagai penduduk liar atau warga ilegal. Sehingga mereka tidak mendapatkan ganti rugi karena tidak memiliki surat-surat tanah sah sama sekali.
0 Response to "Asal Usul Sejarah kampung Pulo Jakarta yang Akan Digusur Pemerintah DKI"
Posting Komentar