Pada sekitar tahun 1942, berkembang lagu Kesenian Angklung yang terkenal berjudul “Genjer-Genjer”. Syair lagi ini diciptakan oelh M. Arif, seorang seniman pemukul alat instrumen Angklung. Berdasarkan keterangan teman sejawat almarhum Arif, lagu Genjer-Genjer itu diangkat dari lagu dolanan yang berjudul “Tong Alak Gentak”.
Lagu rakyat yang hidup di Banyuwangi itu, kemudian diberi syiar baru seperti dalam lagu genjer-genjer. Syair lagu Genjer-Genjer dimaksudkan sebagai sindiran atas masa pendudukan Jepang ke Indonesia. Pada saat itu, kondisi rakyat semakin sesangsara dibanding sebelumnya. Bahkan ‘genjer’ (Limnocharis flava) tanaman gulma yang tumbuh di rawa-rawa sebelumnya dikosumsi itik, namun menjadi santapan yang lezat akibat tidak mampu membeli daging.
Menurut Suripan Sadi Hutomo (1990: 10), upaya yang dilakukan M Arif sesuai dengan fungsi Sastra Lisan, yaitu sebagai kritik sosial, menyidir penguasa dan alat perjuangan.
Kepopuleran lagu
Setelah kemerdekaan Indonesia, lagu "Genjer-genjer" menjadi sangat populer setelah banyak dibawakan penyanyi-penyanyi dan disiarkan di radio Indonesia. Penyanyi yang paling dikenal dalam membawakan lagu ini adalah Lilis Suryani dan Bing Slamet. Sangking terkenalnya bahkan kemudian muncul pengakuan dari Jawa Tengah, bahwa lagu Genjer-Genjer ciptaan Ki Narto Sabdo seorang dalang kondang. Dalam sebuah tulisannya Hersri Setiawan, memberikan penjelasan tentang asal-muasal hingga lagu Genjer-Genjer menjadi terkenal.
Keterkaitan dengan politik
Penggunaan dalam propaganda PKI
Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Partai Komunis Indonesia (PKI) melancarkan kampanye besar-besaran untuk meningkatkan popularitas. Lagu ini, yang menggambarkan penderitaan warga desa, menjadi salah satu lagu propaganda yang disukai dan dinyanyikan pada berbagai kesempatan. Akibatnya orang mulai mengasosiasikan lagu ini sebagai "lagu PKI".
Pelarangan oleh pemerintahan Orde Baru
Peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965 membuat rezim Orde Baru yang anti-komunisme melarang disebarluaskannya lagu ini. Menurut versi TNI, para anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat menyanyikan lagu ini ketika para jendral yang diculik diinterogasi dan disiksa. Peristiwa ini digambarkan pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI besutan Arifin C. Noer.
Dalam serangkaian peristiwa tragedi pembantaian komunis oleh TNI dan pendukung Orde Baru tahun 1965 - 1966 di Indonesia, Muhammad Arief, pencipta lagu "Genjer-genjer" meninggal dibunuh akibat dianggap terlibat dalam organisasi massa onderbouw PKI.
Pasca Orde Baru
Setelah berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, larangan penyebarluasan lagu "Genjer-genjer" secara formal telah berakhir. Lagu "Genjer-genjer" mulai beredar secara bebas melalui media internet.
Walaupun telah diperbolehkan, masih terjadi beberapa kasus yang melibatkan stigmatisasi lagu ini, seperti terjadinya demo sekelompok orang terhadap suatu stasiun radio di Solo akibat mengudarakan lagu tersebut. pasca kejatuhan soeharto,Genjer-genjer kembali populer bahkan group band reage asal jogjakarta telah mempopulerkan lagu tersebut kembali.
Lagu Genjer-Genjer juga digunakan sebagai opening song dan ending song dalam serial dokumenter "40 years of silence" yang memuat sejumlah kesaksian mengenai tahun 1965-1966
Lirik lagu Genjer-genjer
Versi asli sesuai ejaan Bahasa Osing Banyuwangi
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Emake thulik teka-teka mbubuti genjer
Emake thulik teka-teka mbubuti genjer
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih-tulih
Genjer-genjer saiki wis digawa mulih
Genjer-genjer isuk-isuk didol ning pasar
Genjer-genjer isuk-isuk didol ning pasar
Dijejer-jejer diuntingi padha didhasar
Dijejer-jejer diuntingi padha didhasar
Emake jebeng padha tuku nggawa welasah
Genjer-genjer saiki wis arep diolah
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Setengah mateng dientas ya dienggo iwak
Setengah mateng dientas ya dienggo iwak
Sego sak piring sambel jeruk ring pelanca
Genjer-genjer dipangan musuhe sega
Terjemahan lagu Genjer-genjer Bahasa Indonesia
Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dia berpaling begitu saja tanpa melihat
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang
Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa wadah-anyaman-bambu
Genjer-genjer sekarang akan dimasak
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal jeruk di dipan
Genjer-genjer dimakan bersama nasi
__________________
Anda tahu lagu Genjer-genjer? Selama ini lagu Genjer-genjer lekat dengan PKI. Tapi siapa sangka, awal mula penciptaan lagu ini tak ada sangkut paut dengan PKI. Lagu Genjer-genjer merupakan lagu rakyat di Banyuwangi.
Ulah PKI yang mengaransemen lagu ini berimbas buruk pada lagu rakyat Genjer-genjer. Lagu ini seperti haram dinyanyikan sejak Orde Baru. Bila berani menyanyikannya, bisa dicap PKI dan bisa berujung penjara. PKI sendiri mengubah lagu ini untuk perayaan HUT mereka di Senayan. Lagu Genjer-genjer ini merupakan lagu rakyat yang biasa dinyanyikan petani.
"Genjer-genjer ini lagu rakyat Banyuwangi, terkenal sejak 1962 setelah diberi notasi musik oleh M Arief dan dilagukan Bing Slamet. Sekitar 1965 diaransemen untuk paduan suara oleh bagian kebudayaan CC PKI bersama lagu daerah lainnya," jelas sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, Kamis (12/5/2016).
Sebenarnya oleh PKI bukan hanya lagu Genjer-genjer saja yang diubah aransemennya untuk paduan suara mereka, ada beberapa lagu lainnya. Tapi lagu Genjer-genjer yang malah lekat dengan PKI.
"Setelah Orba diharamkan karena lagu ini difitnah dinyanyikan Gerwani di Lubang Buaya ketika membunuh para jenderal, tapi itu tidak benar," tegas Asvi.
Asvi mengungkapkan, fitnah atas lagu itu ada pada bait kedua. Ada yang mengubah seolah Genjer-genjer lekat dengan pembantaian para jenderal, padahal, bait aslinya tidak seperti itu.
"Baris kedua bait lagu 'nang kedhokan pating keleler, di petak sawah berhamparan, diganti 'esuk-esuk pating keleler', di pagi hari berhamparan, maksudnya jenazah para Jenderal'," jelas dia.
Asvi sendiri menilai lagu Genjer-genjer aslinya lagu rakyat biasa yang dibuat dengan lirik Using, bahasa daerah Banyuwangi. Berisi tentang petani dan sayur genjer di sawah. Dengan bercanda, Asvi menyebut, jangan sampai karena stigma Orba malahan orang yang jualan sayur genjer juga bisa bermasalah.
"Di kantin LIPI ada yang jual tumis genjer-genjer, enak, saya sering makan. Saya khawatir ibu-ibu kantin takut jualan, takut digerebek," canda Asvi.
Sejarawan UI: Lagu Genjer-genjer Dibuat untuk Menyindir Jepang
Lagu Genjer-genjer kerap menjadi kontroversi. Selama ini tak terbantahkan stigma PKI begitu lekat dengan lagu Genjer-genjer. Lagu ini memang pernah begitu dekat dengan PKI, bahkan dinyanyikan di HUT PKI dengan paduan suara.
Tambah lagi seniman penciptanya M Arif asal Banyuwangi juga ikut bergabung dalam Lekra atau Lembaga Kebudayaan Rakyat bentukan PKI. Jadilah lagu Genjer-genjer dicap lagu PKI.
Dan pada Senin (9/5/2016), seorang seniman reggae di Mojokerto diciduk karena menyanyikan lagu Genjer-genjer. Si seniman menyanyikan lagu itu dengan alasan karena nada lagu Genjer-genjer pas dengan musik reggae. Mereka mengaku tak tahu kalau lagu itu tak diperbolehkan dinyanyikan.
Melihat sejarah lagu Genjer-genjer, menurut sejarawan UI Muhammad Wasith Albar, lagu Genjer-genjer ini dibuat pada 1943. Penciptanya M Arif terinspirasi membuat lagu ini pada zaman Jepang. Genjer dahulu menjadi makanan ternak, tapi karena masa yang sulit akhirnya menjadi makanan untuk sayuran warga.
"Itu kan untuk menyindir bangsa Jepang, jadi orang karena kelaparan nggak bisa makan apa-apa jadi makannya itu untuk sebagai lauk. Ini yang tersedia di sawah kan genjer. Lagu ini kan populer pada masa itu kemudian Muhammad Arif itu direkrut jadi anggota Lekra, awalnya itu. Awalnya untuk menyindir ekonomi masyarakat pada masa Jepang," jelas Wasith saat berbincang, Kamis (12/5/2016).
Menurut Wasith, di masa 60-an itu, semua partai memiliki mesin kesenian, dan untuk PKI bernama Lekra.
"Namanya kesenian, apa pun bentuknya itu kan alat propaganda alat politik untuk mobilisasi massa yang paling murah. Nah sama, kebetulan lagunya populer makanya Muhammad Arif diminta gabung ke Lekra. Persoalannya banyak orang mengatakan bahwa Lekra bukan underbow PKI, itu bagi sebagian dari mereka," terang dia.
Kemudian menurut Wasith, terkait lagu Genjer-genjer ini muncul tudingan, lagu ini dinyanyikan Gerwani saat di Lubang Buaya. Ketika itu sejumlah jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan G 30 S/PKI.
Kebenaran soal menyanyikan lagu itu sendiri belum bisa dipastikan. Tapi kemudian beredar lirik lagu di mana genjer-genjer dipelesetkan dari 'genjer-genjer pating kelewer' menjadi "jenderal-jenderal pating kelewer'. Tapi di syair aslinya, sebagai lagu rakyat Banyuwangi tak ada sama sekali lirik lagu yang mengarah ke PKI atau peristiwa politik tertentu.
"Lirik lagu secara ikonik metafora mengindikasikan ke PKI tidak ada, nggak ada," tegas Wasith.
0 Response to "Sejarah lagu Genjer-genjer - Lagu PKI"
Posting Komentar