penampakan sungai amazon yang membentang luas di belantara hutan amazon
Amazon juga termasuk hutan tropis paling luas di dunia,dan memiliki dua nama lain,yaitu'paru-paru dunia'karena menghasilkan 30% dari seluruh oksigendi Bumi,dan 'neraka hijau' karena setiap tahun sungainya meluap.Lebatnya hutan membuat semua terlihat sama dan yang terakhir karena banyak serangan dari serangga buas yang sebagian besar belum dinamai.Tigapuluh persen dari jumlah seluruh binatang dan setengah dari seluruh spesies tanaman ada di hutan ini.Beberapa jenis binatang di hutan ini adalah jaguar,tapir,anakonda,boa,kupu-kupu morpho biru,elang harpy,sloth,caiman,babi hutan,dan masih banyak lagi.Sedangkan berbagai jenis tanaman yang ada disini adalah pohon kapok,pohon telinga gajah,teratai raksasa,anggrek,jarda,sapodilla,pohon pisang,dan lain-lain.
Keanekaragaman Kehidupan yang Menakjubkan di Hulu Amazon
DARI kaki Pegunungan Andes di Peru, suatu daerah hutan yang luas membentang ke arah timur di Benua Amerika Selatan sejauh kira-kira 3.700 kilometer. Akhirnya, bentangan hijau ini bertemu dengan birunya Samudra Atlantik.
Bagian hutan yang berlokasi di Peru ini—wilayah Amazon-nya—menyelimuti hampir 60 persen wilayah negeri itu. Meskipun hanya ada sedikit penduduk Peru di daerah tersebut, berlimpah tanaman dan hewan hidup di bawah kanopi hutan yang tingginya 35 meter itu. Malah, Amazon dianggap sebagai salah satu gudang harta ekologis yang paling kaya di bumi. Lebih dari 3.000 jenis kupu-kupu beterbangan di udara yang lembap. Sekitar 4.000 jenis anggrek memamerkan bunga-bunganya yang cantik. Lebih dari 90 spesies ular mengintai di antara dahan dan di dasar hutan. Dan, kira-kira 2.500 spesies ikan—termasuk belut listrik dan piranha—hilir mudik di sungai-sungai.
Dari sungai-sungai ini, yang paling menonjol adalah Sungai Amazon yang besar. Di beberapa lokasi, curah hujan sebanyak dua hingga tiga meter membasahi hutan setiap tahun, sehingga Sungai Amazon dan ke-1.100 anak sungainya meluap membanjiri lantai hutan. Panas dan kelembapan berpadu menciptakan udara sauna, yang digemari tanaman. Namun, yang menakjubkan, tumbuh-tumbuhan lebat hidup subur di tanah liat, yang dianggap terburuk di dunia dan tidak cocok untuk penggarapan permanen.
Asal Usul Penduduk
Siapa yang mau hidup di tempat seperti itu? Para arkeolog percaya bahwa lembah Sungai Amazon pernah dihuni oleh jutaan penduduk selama berabad-abad. Sekarang, sekitar 300.000 orang—terbagi dalam 40 lebih kelompok etnik—menghuni Amazon wilayah Peru. Di antaranya, konon ada 14 kelompok pribumi yang sekarang nyaris terasing dari dunia luar. Setelah secara singkat terpapar dengan masyarakat ”beradab”, suku-suku ini menarik diri ke sudut-sudut terdalam hutan itu, dengan harapan terhindar dari kontak lebih jauh.
Kapan para penghuni hutan itu datang ke sini, dan dari mana mereka berasal? Para pakar memperkirakan bahwa berabad-abad sebelum Tarikh Masehi, migrasi yang pertama berasal dari utara. Suku Jivaro (terkenal suka menciutkan kepala musuh yang mereka bunuh) datang dari Kepulauan Karibia; dan suku Arawak, dari Venezuela. Suku-suku lain diduga datang dari Brasil di timur dan Paraguay di selatan.
Setelah menetap, kebanyakan suku tampaknya hidup hanya di dalam area-area tertentu, berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka juga menanam tumbuhan yang cocok dengan tanah yang asam, seperti singkong, cabai, pisang, dan jagung. Orang Spanyol mengamati bahwa beberapa suku terorganisasi dengan baik, karena bisa merancang lumbung makanan dan menciptakan metode-metode memelihara hewan liar.
Bentrokan Budaya
Selama abad ke-16 dan 17, para penakluk Spanyol menyerbu masuk ke Amazon. Para misionaris Yesuit dan Fransiskan menyusul, berniat menobatkan kaum pribumi agar menganut Katolik Roma. Para misionaris itu membuat peta-peta yang sangat bagus sehingga orang Eropa mulai berminat datang ke Amazon. Tetapi, para misionaris itu juga mendatangkan penyakit dan kehancuran.
Misalnya, pada tahun 1638, sebuah misi didirikan di suatu daerah yang kini adalah Provinsi Maynas. Para misionaris mengumpulkan orang-orang pribumi itu, tanpa pandang bulu menggabungkan suku-suku yang bermusuhan dan memaksa mereka hidup bermasyarakat. Untuk tujuan ”luhur” apa? Karena para penduduk asli dipandang bodoh dan rendah, mereka dipaksa bekerja bagi para misionaris dan penakluk. Akibat hidup berdampingan dengan orang Eropa, ribuan penduduk asli tewas tertular campak, cacar, difteria, dan kusta. Ribuan orang lainnya tewas kelaparan.
Banyak orang Indian kabur dari misi-misi yang didirikan oleh berbagai ordo keagamaan itu, dan belasan misionaris dibunuh dalam pemberontakan. Bahkan, pada suatu saat dalam dekade-dekade awal abad ke-19, hanya ada satu imam yang tersisa di wilayah Amazon itu.
Kehidupan Mereka Sekarang
Dewasa ini, banyak penduduk pribumi masih hidup menurut tradisi. Misalnya, rumah-rumah mereka di desa dibuat mengikuti kebiasaan turun-temurun—diberi rangka dari tiang kayu yang diambil dari hutan dan diberi atap daun palem atau tumbuhan lain. Karena berbentuk rumah panggung, tempat tinggal mereka bebas dari banjir tahunan dan jarang diganggu binatang berbahaya.
Suku-suku itu berpakaian dan berdandan dengan beragam cara. Para pria dan wanita yang tinggal jauh di pedalaman hutan mengenakan cawat atau rok tenun yang pendek, dan anak-anak dibiarkan telanjang. Orang-orang yang lebih sering kontak dengan dunia luar telah mengenakan pakaian gaya Barat. Beberapa penduduk asli menindik hidung atau cuping telinga mereka dan menghiasinya dengan cincin, potongan kayu, tulang, atau bulu. Yang lainnya, seperti suku Mayoruna, menindik pipi mereka. Beberapa orang suku Tucuna dan Jivaro bahkan mengikir gigi mereka. Banyak orang di antara suku-suku itu mencukur rambut tubuh dan menato kulit mereka.
Suku-suku Amazon mengenal ribuan jenis tanaman dan menggunakan hutan sebagai apotek. Mereka mengambil sari tanaman untuk mengobati gigitan ular, disentri, penyakit kulit, dan beragam penyakit lainnya. Lama sebelum masyarakat Barat menemukan karet, orang Amazon sudah menyadap getah pohon karet, menggunakannya untuk melapisi keranjang supaya kedap air dan membuat mainan bola karet. Hutan juga menyediakan bahan-bahan untuk transportasi dan komunikasi jarak jauh. Misalnya, para pria menebang pohon dan membuat kano untuk menyusuri sungai, dan mereka melubangi kayu gelondongan guna membuat genderang untuk menyampaikan pesan yang bisa didengar hingga ke tempat yang jauh!
Pengaruh Dukun dan Spiritisme
Bagi penduduk Amazon, hutan dihuni banyak jiwa yang bergentayangan di malam hari, roh-roh yang menyebabkan penyakit, dan dewa-dewa di sungai-sungai yang mengintai korban yang tidak waspada. Misalnya suku Aguaruna, salah satu yang terbesar di Peru, memuja lima dewa: ”Bapak Pejuang”, ”Bapak Air”, ”Ibu Tanah”, ”Bapak Matahari”, dan ”Bapak dukun”. Banyak yang percaya bahwa manusia diubah menjadi tanaman dan binatang. Karena takut menyinggung perasaan makhluk gaib, penduduk asli tidak mau membunuh binatang tertentu dan memburu binatang lainnya hanya jika perlu.
Yang memimpin masyarakat dan kehidupan religius tradisional adalah para dukun, yang menggunakan tanaman halusinogen untuk mencapai keadaan trans. Sebagian penduduk desa datang kepada pria-pria ini untuk memperoleh kesembuhan, ramalan tentang hasil perburuan dan panenan, serta ramalan tentang peristiwa di masa depan.
Akankah Lenyap?
Dunia yang dihuni masyarakat Amazon menciut dengan cepat. Jalan-jalan baru membelah rimba. Perladangan dan penanaman koka menggerogoti hutan. Pembalakan liar menimbulkan lahan-lahan gundul yang luas, setiap hari menghancurkan kawasan sebesar 1.200 lapangan sepak bola! Bahkan, aliran-aliran air menjadi korban karena operasi pertambangan resmi dan produksi kokain liar mencemari anak-anak Sungai Amazon.
Suku Huaorani
Suku Huaorani yang hidup terpencil di hutan Amazon, Ekuador (BBC)
Inilah Huaorani, suku yang terisolasi di pedalaman hutan Amazon. Mereka hidup tanpa pakaian, bergantung pada alam dan paling ditakuti di Amazon!
Amazon, hutan tropis seluas 7 juta km persegi dan membentang di 9 negara Amerika Selatan masih menyimpan banyak tanda tanya. Seperti soal kehidupan di sana, terutama suku-suku yang hidup di pedalaman hutannya dan sulit untuk ditemui.
Salah satunya, adalah suku Huaorani. Dari informasi berbagai sumber yang dikumpulkan detikTravel, Rabu (20/1/2016) suku Huaorani menempati wilayah di pedalaman hutan Amazon di sebelah timur Ekuador. Tepatnya, di sepanjang aliran Sungai Napo dan ke sungai Curaray yang mereka sebut nama wilayahnya, Quehueri'ono. Wilayah yang sangat sulit dijangkau.
Suku Huaorani yang terbiasa tidak memakai pakaian (BBC)
Diperkirakan, suku Huaorani telah menempati hutan Amazon seribu tahun silam. Mereka pun, tidak pernah keluar dari hutannya dan menolak datangnya orang-orang asing. Mereka mengisolasikan diri, bahkan tidak memakai pakaian sama sekali.
Hidup suku Huaorani sangat tergantung pada alam. Mereka minum dari sungai, berburu dan memetik buah-buahan. Mereka tahu, mana buah yang berbahaya atau sungai mana yang penuh dengan buaya dan dilarang mendekat ke sana.
Suku Huaorani juga masih menjaga kepercayaan leluhur. Salah satunya, larangan berburu rusa yang karena dianggap matanya seperti mata manusia. Satu lagi, mereka dilarang membunuh ular sebab merupakan simbol pertanda buruk.
Suku yang Dinilai berbahaya
Ketika di abad pertengahan, pelayar dari Eropa mendarat di Amerika Selatan dan bangsa Spanyol menjajah Ekuador, suku Huaorani berani berperang. Mereka menolak untuk dipindahkan ke daerah kota dan menjaga hutannya tetap terjaga.
Dari catatan sejarah, suku Huaorani tercatat tak pernah kalah. Terang saja, mereka begitu paham seluk beluk hutan Amazon. Ditambah, senjata utamanya adalah sumpit racun sepanjang 2 meter.
Tapa, nama senjata sumpit yang dipakai suku Huaorani (Yasuni Wilderness/Youtube)
Anak sumpitnya, diberi racun curare. Racun ini biasa diperoleh dari spesies tanaman Chondodendron tomentosum dan Strychnos toxifera, yang ternyata sudah menjadi senjata umum agi suku-suku di Amazon lainnya.
Biasanya, mereka menggunakan racun tersebut untuk berburu hewan. Ketika buruannya kena, maka otot-otot hewan akan lemas seperti lumpuh. Tapi kalau 'target' mereka adalah manusia, maka lain cerita.
Dosisinya akan ditambah dan bisa mengakibatkan kematian. Jika terkena, maka orang yang terkena anak sumpitnya akan lumpuh dan lemas. Tak butuh waktu lama, detak jantungnya akan berhenti!
Para penebang liar di hutan Amazon pun merasakan kengerian suku Huaorani. Mereka diserang kala sedang menebang pohon-pohon di sana. Tak ayal, suku Huaorani begitu marah karena rumah mereka dirusak.
Julukan suku berbahaya, lantas disematkan kepada suku Huaorani. Sebenarnya, mereka tidaklah berbahaya dan tidak akan menyerang kalau hutannya tidak dirusak bukan?
Kini Sudah Bersahabat dengan Turis
Sampai di tahun 1956, akhirnya suku Huaorani melakukan kontak dengan dunia luar. Salah satu alasannya, diperkirakan adalah karena hutan Amazon yang makin lama makin dijarah. Penebangan liar dan pembakaran hutan, mengancam hidup mereka.
Kabar yang beredar, terjadi perpecahan di dalam suku Huaorani. Ada yang mau kontak dengan dunia luar dan ada yang tidak. Mereka yang tidak mau, masuk ke dalam wilayah yang lebih terpencil di hutan.
Pemerintah Ekuador dan organisasi atau komunitas di Ekuador akhirnya membuka mata untuk menjaga keberlangsungan hidup suku Huaorani. Salah satunya adalah Tropic Eco, yang mendirikan tur operator bernama Huaorani Eco Lodge dan menjual paket wisata untuk tinggal bersama suku Huaorani.
Turis yang bisa berinteraksi dengan suku Huaorani (Tropic Eco)
Mereka mendirikan penginapan yang ramah lingkungan di wilayah suku Huaorani yang terbuat dari kayu dan memakai tenaga surya panel. Mereka juga melatih beberapa orang dari suku Huaorani agar bisa terbiasa dengan turis.
Tur yang ditawarkan pun beragam, mulai dari ikut berburu bersama pria suku Huaorani, mengarungi sungai naik kayak, memasak bersama wanita-wanita dan melakukan tarian tradisional. Tapi karena akses yang begitu sulit, maka harga yang dipatok tidaklah murah.
Ada dua paket yang dijual, yakni 4 hari 3 malam dan 5 hari 4 malam yang masing-masing sebesar USD 1.095 dan USD 1.359. Jika dirupiahkan, sebesar Rp 15,2 juta dan Rp 18,9 juta. Mau bertemu dengan suku paling berbahaya di hutan Amazon ini?
Suku Huaorani yang terkenal paling berbahaya di hutan Amazon (BBC)
Bagian hutan yang berlokasi di Peru ini—wilayah Amazon-nya—menyelimuti hampir 60 persen wilayah negeri itu. Meskipun hanya ada sedikit penduduk Peru di daerah tersebut, berlimpah tanaman dan hewan hidup di bawah kanopi hutan yang tingginya 35 meter itu. Malah, Amazon dianggap sebagai salah satu gudang harta ekologis yang paling kaya di bumi. Lebih dari 3.000 jenis kupu-kupu beterbangan di udara yang lembap. Sekitar 4.000 jenis anggrek memamerkan bunga-bunganya yang cantik. Lebih dari 90 spesies ular mengintai di antara dahan dan di dasar hutan. Dan, kira-kira 2.500 spesies ikan—termasuk belut listrik dan piranha—hilir mudik di sungai-sungai.
Dari sungai-sungai ini, yang paling menonjol adalah Sungai Amazon yang besar. Di beberapa lokasi, curah hujan sebanyak dua hingga tiga meter membasahi hutan setiap tahun, sehingga Sungai Amazon dan ke-1.100 anak sungainya meluap membanjiri lantai hutan. Panas dan kelembapan berpadu menciptakan udara sauna, yang digemari tanaman. Namun, yang menakjubkan, tumbuh-tumbuhan lebat hidup subur di tanah liat, yang dianggap terburuk di dunia dan tidak cocok untuk penggarapan permanen.
Asal Usul Penduduk
Siapa yang mau hidup di tempat seperti itu? Para arkeolog percaya bahwa lembah Sungai Amazon pernah dihuni oleh jutaan penduduk selama berabad-abad. Sekarang, sekitar 300.000 orang—terbagi dalam 40 lebih kelompok etnik—menghuni Amazon wilayah Peru. Di antaranya, konon ada 14 kelompok pribumi yang sekarang nyaris terasing dari dunia luar. Setelah secara singkat terpapar dengan masyarakat ”beradab”, suku-suku ini menarik diri ke sudut-sudut terdalam hutan itu, dengan harapan terhindar dari kontak lebih jauh.
Kapan para penghuni hutan itu datang ke sini, dan dari mana mereka berasal? Para pakar memperkirakan bahwa berabad-abad sebelum Tarikh Masehi, migrasi yang pertama berasal dari utara. Suku Jivaro (terkenal suka menciutkan kepala musuh yang mereka bunuh) datang dari Kepulauan Karibia; dan suku Arawak, dari Venezuela. Suku-suku lain diduga datang dari Brasil di timur dan Paraguay di selatan.
Setelah menetap, kebanyakan suku tampaknya hidup hanya di dalam area-area tertentu, berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka juga menanam tumbuhan yang cocok dengan tanah yang asam, seperti singkong, cabai, pisang, dan jagung. Orang Spanyol mengamati bahwa beberapa suku terorganisasi dengan baik, karena bisa merancang lumbung makanan dan menciptakan metode-metode memelihara hewan liar.
Bentrokan Budaya
Selama abad ke-16 dan 17, para penakluk Spanyol menyerbu masuk ke Amazon. Para misionaris Yesuit dan Fransiskan menyusul, berniat menobatkan kaum pribumi agar menganut Katolik Roma. Para misionaris itu membuat peta-peta yang sangat bagus sehingga orang Eropa mulai berminat datang ke Amazon. Tetapi, para misionaris itu juga mendatangkan penyakit dan kehancuran.
Misalnya, pada tahun 1638, sebuah misi didirikan di suatu daerah yang kini adalah Provinsi Maynas. Para misionaris mengumpulkan orang-orang pribumi itu, tanpa pandang bulu menggabungkan suku-suku yang bermusuhan dan memaksa mereka hidup bermasyarakat. Untuk tujuan ”luhur” apa? Karena para penduduk asli dipandang bodoh dan rendah, mereka dipaksa bekerja bagi para misionaris dan penakluk. Akibat hidup berdampingan dengan orang Eropa, ribuan penduduk asli tewas tertular campak, cacar, difteria, dan kusta. Ribuan orang lainnya tewas kelaparan.
Banyak orang Indian kabur dari misi-misi yang didirikan oleh berbagai ordo keagamaan itu, dan belasan misionaris dibunuh dalam pemberontakan. Bahkan, pada suatu saat dalam dekade-dekade awal abad ke-19, hanya ada satu imam yang tersisa di wilayah Amazon itu.
Kehidupan Mereka Sekarang
Dewasa ini, banyak penduduk pribumi masih hidup menurut tradisi. Misalnya, rumah-rumah mereka di desa dibuat mengikuti kebiasaan turun-temurun—diberi rangka dari tiang kayu yang diambil dari hutan dan diberi atap daun palem atau tumbuhan lain. Karena berbentuk rumah panggung, tempat tinggal mereka bebas dari banjir tahunan dan jarang diganggu binatang berbahaya.
Suku-suku itu berpakaian dan berdandan dengan beragam cara. Para pria dan wanita yang tinggal jauh di pedalaman hutan mengenakan cawat atau rok tenun yang pendek, dan anak-anak dibiarkan telanjang. Orang-orang yang lebih sering kontak dengan dunia luar telah mengenakan pakaian gaya Barat. Beberapa penduduk asli menindik hidung atau cuping telinga mereka dan menghiasinya dengan cincin, potongan kayu, tulang, atau bulu. Yang lainnya, seperti suku Mayoruna, menindik pipi mereka. Beberapa orang suku Tucuna dan Jivaro bahkan mengikir gigi mereka. Banyak orang di antara suku-suku itu mencukur rambut tubuh dan menato kulit mereka.
Suku-suku Amazon mengenal ribuan jenis tanaman dan menggunakan hutan sebagai apotek. Mereka mengambil sari tanaman untuk mengobati gigitan ular, disentri, penyakit kulit, dan beragam penyakit lainnya. Lama sebelum masyarakat Barat menemukan karet, orang Amazon sudah menyadap getah pohon karet, menggunakannya untuk melapisi keranjang supaya kedap air dan membuat mainan bola karet. Hutan juga menyediakan bahan-bahan untuk transportasi dan komunikasi jarak jauh. Misalnya, para pria menebang pohon dan membuat kano untuk menyusuri sungai, dan mereka melubangi kayu gelondongan guna membuat genderang untuk menyampaikan pesan yang bisa didengar hingga ke tempat yang jauh!
Pengaruh Dukun dan Spiritisme
Bagi penduduk Amazon, hutan dihuni banyak jiwa yang bergentayangan di malam hari, roh-roh yang menyebabkan penyakit, dan dewa-dewa di sungai-sungai yang mengintai korban yang tidak waspada. Misalnya suku Aguaruna, salah satu yang terbesar di Peru, memuja lima dewa: ”Bapak Pejuang”, ”Bapak Air”, ”Ibu Tanah”, ”Bapak Matahari”, dan ”Bapak dukun”. Banyak yang percaya bahwa manusia diubah menjadi tanaman dan binatang. Karena takut menyinggung perasaan makhluk gaib, penduduk asli tidak mau membunuh binatang tertentu dan memburu binatang lainnya hanya jika perlu.
Yang memimpin masyarakat dan kehidupan religius tradisional adalah para dukun, yang menggunakan tanaman halusinogen untuk mencapai keadaan trans. Sebagian penduduk desa datang kepada pria-pria ini untuk memperoleh kesembuhan, ramalan tentang hasil perburuan dan panenan, serta ramalan tentang peristiwa di masa depan.
Akankah Lenyap?
Dunia yang dihuni masyarakat Amazon menciut dengan cepat. Jalan-jalan baru membelah rimba. Perladangan dan penanaman koka menggerogoti hutan. Pembalakan liar menimbulkan lahan-lahan gundul yang luas, setiap hari menghancurkan kawasan sebesar 1.200 lapangan sepak bola! Bahkan, aliran-aliran air menjadi korban karena operasi pertambangan resmi dan produksi kokain liar mencemari anak-anak Sungai Amazon.
Suku Huaorani
Suku Huaorani yang hidup terpencil di hutan Amazon, Ekuador (BBC)
Inilah Huaorani, suku yang terisolasi di pedalaman hutan Amazon. Mereka hidup tanpa pakaian, bergantung pada alam dan paling ditakuti di Amazon!
Amazon, hutan tropis seluas 7 juta km persegi dan membentang di 9 negara Amerika Selatan masih menyimpan banyak tanda tanya. Seperti soal kehidupan di sana, terutama suku-suku yang hidup di pedalaman hutannya dan sulit untuk ditemui.
Salah satunya, adalah suku Huaorani. Dari informasi berbagai sumber yang dikumpulkan detikTravel, Rabu (20/1/2016) suku Huaorani menempati wilayah di pedalaman hutan Amazon di sebelah timur Ekuador. Tepatnya, di sepanjang aliran Sungai Napo dan ke sungai Curaray yang mereka sebut nama wilayahnya, Quehueri'ono. Wilayah yang sangat sulit dijangkau.
Suku Huaorani yang terbiasa tidak memakai pakaian (BBC)
Diperkirakan, suku Huaorani telah menempati hutan Amazon seribu tahun silam. Mereka pun, tidak pernah keluar dari hutannya dan menolak datangnya orang-orang asing. Mereka mengisolasikan diri, bahkan tidak memakai pakaian sama sekali.
Hidup suku Huaorani sangat tergantung pada alam. Mereka minum dari sungai, berburu dan memetik buah-buahan. Mereka tahu, mana buah yang berbahaya atau sungai mana yang penuh dengan buaya dan dilarang mendekat ke sana.
Suku Huaorani juga masih menjaga kepercayaan leluhur. Salah satunya, larangan berburu rusa yang karena dianggap matanya seperti mata manusia. Satu lagi, mereka dilarang membunuh ular sebab merupakan simbol pertanda buruk.
Suku yang Dinilai berbahaya
Ketika di abad pertengahan, pelayar dari Eropa mendarat di Amerika Selatan dan bangsa Spanyol menjajah Ekuador, suku Huaorani berani berperang. Mereka menolak untuk dipindahkan ke daerah kota dan menjaga hutannya tetap terjaga.
Dari catatan sejarah, suku Huaorani tercatat tak pernah kalah. Terang saja, mereka begitu paham seluk beluk hutan Amazon. Ditambah, senjata utamanya adalah sumpit racun sepanjang 2 meter.
Tapa, nama senjata sumpit yang dipakai suku Huaorani (Yasuni Wilderness/Youtube)
Anak sumpitnya, diberi racun curare. Racun ini biasa diperoleh dari spesies tanaman Chondodendron tomentosum dan Strychnos toxifera, yang ternyata sudah menjadi senjata umum agi suku-suku di Amazon lainnya.
Biasanya, mereka menggunakan racun tersebut untuk berburu hewan. Ketika buruannya kena, maka otot-otot hewan akan lemas seperti lumpuh. Tapi kalau 'target' mereka adalah manusia, maka lain cerita.
Dosisinya akan ditambah dan bisa mengakibatkan kematian. Jika terkena, maka orang yang terkena anak sumpitnya akan lumpuh dan lemas. Tak butuh waktu lama, detak jantungnya akan berhenti!
Para penebang liar di hutan Amazon pun merasakan kengerian suku Huaorani. Mereka diserang kala sedang menebang pohon-pohon di sana. Tak ayal, suku Huaorani begitu marah karena rumah mereka dirusak.
Julukan suku berbahaya, lantas disematkan kepada suku Huaorani. Sebenarnya, mereka tidaklah berbahaya dan tidak akan menyerang kalau hutannya tidak dirusak bukan?
Kini Sudah Bersahabat dengan Turis
Sampai di tahun 1956, akhirnya suku Huaorani melakukan kontak dengan dunia luar. Salah satu alasannya, diperkirakan adalah karena hutan Amazon yang makin lama makin dijarah. Penebangan liar dan pembakaran hutan, mengancam hidup mereka.
Kabar yang beredar, terjadi perpecahan di dalam suku Huaorani. Ada yang mau kontak dengan dunia luar dan ada yang tidak. Mereka yang tidak mau, masuk ke dalam wilayah yang lebih terpencil di hutan.
Pemerintah Ekuador dan organisasi atau komunitas di Ekuador akhirnya membuka mata untuk menjaga keberlangsungan hidup suku Huaorani. Salah satunya adalah Tropic Eco, yang mendirikan tur operator bernama Huaorani Eco Lodge dan menjual paket wisata untuk tinggal bersama suku Huaorani.
Turis yang bisa berinteraksi dengan suku Huaorani (Tropic Eco)
Mereka mendirikan penginapan yang ramah lingkungan di wilayah suku Huaorani yang terbuat dari kayu dan memakai tenaga surya panel. Mereka juga melatih beberapa orang dari suku Huaorani agar bisa terbiasa dengan turis.
Tur yang ditawarkan pun beragam, mulai dari ikut berburu bersama pria suku Huaorani, mengarungi sungai naik kayak, memasak bersama wanita-wanita dan melakukan tarian tradisional. Tapi karena akses yang begitu sulit, maka harga yang dipatok tidaklah murah.
Ada dua paket yang dijual, yakni 4 hari 3 malam dan 5 hari 4 malam yang masing-masing sebesar USD 1.095 dan USD 1.359. Jika dirupiahkan, sebesar Rp 15,2 juta dan Rp 18,9 juta. Mau bertemu dengan suku paling berbahaya di hutan Amazon ini?
Suku Huaorani yang terkenal paling berbahaya di hutan Amazon (BBC)
0 Response to "Suku Asli Hutan Amazon Benua Amerika"
Posting Komentar